Saya benar-benar merasa beruntung bisa mengenal
dan mengerti ajaran Buddha,
Terima kasih Mama

Adi Saputra, 2009

Saya lahir di keluarga yang sederhana dan berkecukupan. Setiap hari bisa makan 3 kali dengan cukup, dan hidup di rumah yang sederhana serta layak. Semasa kecil juga bisa dapat jajan meski pas, pas untuk beli makan atau minum (kadang mesti pilih salah satu karena pas). Hidup saya sederhana tapi cukup, tidak sampai kekurangan sesuatu apapun. Sejak lahir saya adalah seorang Buddhis, bahkan sejak masih dalam kandungan pun Orang Tua saya sudah sering membawa saya ke vihara.

Pada awalnya Mama saya itu adalah seorang dengan kepercayaan Konghucu, yang ibadahnya ke kelenteng. Namun katanya saat itu ada pertentangan tentang pemeluk agama Konghucu, sebab kepercayaan ini masih tidak dianggap agama di Indonesia (resminya saat itu hanya ada 5 agama), sehingga pilihannya antara masuk ke agama Buddha atau Katholik, alasannya karena masih bisa pegang dupa (hio) untuk sembahyang. Akhirnya dipilihlah agama Buddha sebagai agama yang dianut oleh Mama, Papa saya pun juga demikian.

Berlanjutlah agama Buddha ini tetap dipegang sampai saya lahir. Sedari saya dari lahir, setiap minggu selalu dibawa ke Vihara (oh, betapa beruntungnya saya). Setiap minggu, tidak ada yang namanya bolos ke Vihara. Bahkan meskipun besok adalah hari Ujian sekolah, saya pun tetap harus ke Vihara. Alasan Mama saya “Biar nanti ujiannya bisa lancar, belajarnya nanti habis dari vihara”. Pokoknya tidak ada alasan untuk tidak ke vihara.

Bahkan saya ingat waktu saya masih SMP pernah perut saya sakit sekali (seperti mau pecah rasanya), namun Mama saya tetap menyuruh saya ke vihara. Saya waktu jalan turun tangga rumah itu sudah ga bisa pakai kaki saja, namun harus pakai tangan juga menopang badan untuk menuruni anak tangga. Lalu setelah makan pagi, saya muntah-muntah tidak terkendali. Alhasil saya segera dibawa ke Rumah Sakit untuk dicek. Setelah sekian lama menunggu dokternya sampai siang (karena saat itu hari Minggu), akhirnya setelah didiagnosa Saya terkena usus buntu dan sudah pecah bernanah ini ususnya (pantas saja saat itu makan atau minum obat apa pun pasti saya muntahin). Saat itu saya harus segera dioperasi. Saya dioperasi sekitar jam 4 atau 5 sore (kalau tidak salah). Syukurlah saya masih bisa selamat, mungkin kalau terlambat sedikit saja saya sudah ada di alam dewa (ngarep boleh dong yaa). Beruntungnya saya masih bisa selamat (ini kali kedua kematian terasa sudah sangat dekat, tapi saya masih bisa hidup). Saya yakin ini berkat kekuatan kamma baik saya yang setiap minggu rutin ke Vihara (mungkin kalau saya sering bolos, bisa jadi sudah lewat saya ini).

Dari Balita, TK, SD, SMP, SMA ke vihara tiap minggu itu menurut saya hanya jadi rutinitas. Agama Buddha itu hanya jadi identitas. Tapi semua berubah…., sampai saya kenal dan mencoba praktik meditasi dan perenungan terhadap paritta. Begini kisahnya….

(masih berlanjut, nanti saya lanjutkan kembali tulisan ini…)

Seseorang yang berusaha belajar dan praktek Dhamma setiap hari